Bahaya Bullying
Terkadang semua hal memang tak harus berjalan sesuai yang kita inginkan. Saat kita ingin menjalani hari dengan damai, ada aja cobaan yang ditujukan untuk kita. Namanya juga cobaan, jalani saja.
“Heh, Gendut! Kerjain tugasku! Jangan pake lama!” Bentak Ema sambil melemparkan tugasnya ke mejaku. Dan dengan santainya ia melenggang pergi berkumpul dengan gengnya.
Aku hanya menghela napas kasar. Kenapa aku bisa lemah gini, sih? Seharusnya sedari awal aku berani dan jangan biarin mereka nginjak-nginjak aku, ngendaliin aku. Dasar tidak berguna!
Sekarang, tak ada yang bisa disesali lagi. Penyesalan ‘kan selalu ada di akhir. Nasi sudah menjadi bubur. Pertanyaannya, bagaimana cara agar aku bisa hidup normal tanpa diinjak seenaknya?
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Pukul 06.30.
Saat ini, aku sedang berdiri menatap gerbang sekolah yang tinggi dan menjulang. Tatapan kosong. Dulu, aku selalu mengidolakan sekolah ini dan bermimpi untuk menjadi salah satu muridnya. Tapi sekarang? Jangankan belajar disini, mendengarnya saja sudah membuatku muak.
‘Yang salah bukan sekolahnya, tapi orangnya’ batinku menambahkan.
Aku menghirup napas terlebih dahulu. Bersiap untuk menerima semua hal yang akan terjadi padaku nanti.
Aku berjalan dan terus berjalan, saat ini masih biasa saja. Tidak ada yang spesial. Sampai aku tiba dikelasku dan duduk disana. Masih sama. Normal.
Akhirnya sejak pelajaran pertama sampai istirahat berhasil kulalui dengan tenang. Aku sangat bersyukur karena itu. Aku berharap ketenangan ini dapat terus terjadi, kalau bisa sampai aku lu—
“Akkhhhh,” ringisku.
Aku melihat tanganku yang memerah karena kuah bakso dari seorang siswi. Ini sakit. Sangat.
“Ma-maaf ya, aku beneran ga sengaja, maaf ya,” ucapnya.
Aku hanya mengangguk tanpa melihat wajahnya. Tanganku masih terasa sakit, sepertinya aku harus ke UKS setelah ini.
'Suaranya kayak familiar'
'Tunggu.. bentar.. itu kan suaranya si—'
“Kiran.. jangan kamu pikir, kalo hari ini kamu ga akan dapet hadiah spesial dariku. Tunggu aja nanti, ok”
Benar.
Itu Ema.
Aku merinding. Ema berbisik tepat di telingaku sambil mengatakan hal mengerikan seperti itu. Apa katanya? Hadiah spesial? Lagi?
“Maaf, ya~” ucap Ema lagi sambil tersenyum riang. Seolah ia melupakan hal yang baru saja ia katakan. Bersikap seorang orang yang tak tahu apa-apa. Polos.
Aku hanya bisa mengangguk. Aku tidak mau mengambil risiko lebih. Bisa-bisa aku mendapat hukuman atau hal yang lebih larah dari itu.
Aku pun memilih untuk menyelesaikan makananku terlebih dahulu, barulah aku bergegas pergi ke UKS untuk menangani luka di tanganku ini. Sebenarnya, aku tidak mengerti tentang pengobatan. Tapi, sejak masuk ke sekolah ini, sedikit demi sedikit aku mulai mempelajari pengobatan dasar.
“Okeh, selesai juga akhirnya,”
Kakiku pun mulai berjalan menuju kelas. Baru saja ingin duduk, aku sudah ditarik oleh Ema dan dibawa entah kemana.
‘Toilet?’
Ema menarik paksa diriku untuk masuk ke toilet dan menguncinya dari dalam. Tanpa aba-aba, Ema mengambil air bekas pel yang sudah kotor dan menyiramnya ke seragamku.
“E-Ema.. Kenapa? Aku ada salah apa sama kamu?” lirihku. Seragamku kini sudah kotor dan bau. Bagaimana ini? Apa yang harus ku lakukan? Setelah ini pelajaran akan dimulai. Tak hanya itu saja, apa yang harus kukatakan pada ibu sepulang sekolah nanti?
“Salahmu? Apa, ya?”
Ema bertanya pada dirinya sendiri sambil mengetuk jarinya ke dagunya. Raut wajahnya pun mengerut layaknya orang yang sedang berpikir keras.
“Kamu ga perlu tau alasannya apa!”
“Yang perlu kamu tahu, aku gasuka sama kamu! Aku gasuka semua tentang kamu! Ngerti?!” bentak Ema. Nada bicaranya yang naik membuatku seketika menutup telinga. Bayangkan saja, ada orang yang sedang membentakmu di toilet. Apa ga berdengung tu telinga?
‘Kenapa? Sejak awal masuk sekolah ini, aku ga pernah kok ngelakuin hal negatif yang bersinggungan sama kamu. Apa alasan sebenarnya kamu ngelakuin ini, Ema?’ batinku setelah Ema melenggang pergi.
Aku terdiam begitu lama di toilet. Sampai-sampai aku tidak sadar bahwa bel masuk sudah berbunyi sedari tadi.
Aku yang bingung harus bagaimana, memilih untuk kembali ke kelas.
Dengan kepercayaan diri yang sudah meredup, aku melangkah keluar dari toilet dengan langkah gontai. Untung saja, murid sudah pada masuk. Setidaknya aku tidak terlalu menanggung malu.
Langkahku terhenti di depan kelas. Tertulis nama kelasku disitu. Aku menatapnya sejenak dan membuka pintu dengan perlahan.
Byurrr..
Entah bagaimana caranya, ada air yang membasahi tubuhku dari atas. Tubuhku yang basah tadi semakin basah dan tentunya bau.
Sontak seluruh murid di kelas yang menyaksikan keadaanku tertawa dengan keras. Tawa yang remeh yang penuh dengan caci maki. Tak ada yang mau membantu. Malah, mereka tambah menyorakiku sambil melemparkan kertas yang telah dibulatkan.
“Kami baik ‘kan karena udah ngasih kamu surprise kayak gini?” Ucap salah satu orang siswa di kelasku.
Aku menunduk. Lagi-lagi sesak ini datang. Pikiranku penuh dengan benang yang berantakan. Tak tersusun rapi. Apa ini? Kenapa?
“AKHHHHHHH!”
Aku berteriak. Berharap teriakan ini dapat melampiaskan emosi yang selama ini kusimpan. Bukannya mereda, aku malah ingin melampiaskannya dengan cara yang lebih ekstrem.
Bughh
Aku mulai melempar sebuah kursi yang berada paling dekat denganku. Darahku mendidih. Aku butuh lebih banyak pelampiasan lagi.
Disisi lain, murid-murid yang melihatku sedang menggila mulai manjauh dariku. Mereka tidak mau terkena sial. Salah satu dari mereka pun berusaha untuk mencari wali kelas kami untuk menangani ku.
Bughh
Sekarang, aku memilih untuk memukuli dinding. Aku tidak mau merusak lebih banyak perabotan sekolah. Aku tau, kalau aku keterlaluan tadi.
Pukulan demi pukulan kulayangkan pada diriku sendiri. Pusing. Lelah. Putus asa. Semua perasaan negatif berkumpul di kepalaku.
Brukk
Aku pingsan.
Sebelum aku pingsan, aku sempat mengingat ibuku yang merupakan sosok single parent dalam hidupku. Sangat berharga dan begitu berarti bagiku.
Ah ya, aku juga baru ingat, bahwa keadaanku sama dengan Ema. Orang tua kami sama-sama single parent.
Menurutmu, apa yang dapat kita simpulkan dari cerita di atas?
Bullying pembahasan menarik
BalasHapusBullying sangat berbahaya
BalasHapus